Social Icons

Kamis, 01 November 2012

Pola Pembelajaran di Pesantren


Judul Buku               :pola pembelajaran di pesantren
Nama Penulis           :Drs. Maksum, MA
Tahun Terbit            :2003
Tebal Buku               :134 Halaman
Di terbitkan              : oleh jendral kelembagaan Agama Islam

BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Sejarah kemunculan pesantren
                Pesantern merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran islam di mana di dalamnya terjadi interaksi antara kyai atau usdaz sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjid atau di halaman-halaman asrama(pondok untuk mengaji dan membahas buku-buku teks ke agamaan karya ulama masa lalu.
Jauh sebelum masa kemerdekaan: pesantren telah menjadi sistem pendidikan nusantara, hampir di seluruh pelosok nusantara, khususnya di pusat-pusat kerajaan isalam telah terdapat lembaga  pendidikan yang kurang lebih serupa walaupun menggunakan nama yang berbeda-beda seperti meunasah di Aceh, Surau di Minangkabau dan pedsantren di jawa. Namun demikian, secara historis awal kemunculan dan asal usul semua itu masih kabur.

           Banyak penulis sejarah pesantren berpendapat bahwa institusi ini merupakan hasil adopsi dari model perguruan yang di selenggarakan orang-orang hindu dan Budha Sebagaimana di ketahui. Sewaktu islam dating dan berkembang di pulau jawa telah dan lembaga perguruan hindu dan budha yang menggunakan sistem biara dan asrama sebagai tempat para pendeta dan bhiksu melakukan kegiatan pembelajaran kepada para pengikutnya. Bentuk pembelajaran seperti ini kemudian menjadi contoh sebagai pembelajaran para wali dalam melakukan kegiatan penyiaran dan pengajaran islam. Kepada masyarakat luas, dengan mengambil bentuk system biara dan asrama dengan mengubah isinya dengan pengajaran agama islam yang kemudian di kenal sebagai pondok pesantern. Sejalan dengan ini pesantern lahir semenjak masa awal kedatangan islam di jawa, masa Wali Songo. Di duga kuat bahwa pesantren pertama kali didirikan di desa Gapura Gresik Jawa Timur dan di hubungkan dengan usaha Maulana Malik Ibrahim ( Sunan Ampel)
                  Istilah pesantern  itu sendiri seperti halnya mengaji bukanlah berasal dari istilah bahasa Arab, melainkan Dari India. Demikian juga istilah pondok langgar, surau di Minaangkabau dan Rangkang di Aceh.pada awalnya jamaah hanya terdiri dari beberapa orang saja. Selesai shalat berjamaah sang kyai biasanya memberikan ceramah pengajian sederhan. Isinya pengajian biasanya berkisar pada rukun iman, rukun islam serta akhlaq lebih banyak menyangkut kehidupan sehari-hari berkat caranya yang menarik dan ke ikhlasannya yang tinggi serta prilakunya yang shaleh, lama kelamaan jamaahnya bertaambah banyak.
           Dalam sejarah perkembangannya, fungsi pondok pesantren adalah mencetak ulam dan ahli agama, hingga dewasa ini fungsi poko itu tetap terpelihara dan di pertahankan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, seiring dengan kegiatan dan pengajaran agam beberapa pesantren telah melakukan pembaharuan dengan mengembangkan komponen-komponen pendidikan lainnya. Seperti di tambahkannya system sekolah. Adanya pendidikan kesenian, pendidikan bahasa asing ( Arab dan Inggris), pendidikan jasmani serta pendidikan keterampilan.











BAB II
METODE DAN PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN
1.      Metode Pembelajaran
Secara atimologis metode berasal dari kata”met”dan”hodes” yang berarti melalui. Sedangkan secara istilah metode adalah jalan atau cara yang harus di tempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan pembelajaran berarti kegiatan belajar mengajar yang interaktif yang terjadi antara santri sebagai peserta didik(muta’alim) dan kyai atau ustadz di pesantren sebagai pendidik(mua’lim) yang diatur berdasar kurikulum yang telah di susun dalam rangka mencapai tujuan. Jadi metode pembelajaran adalah cara-cara yang mesti ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar antara santri dan kyai untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Metode pembelajaran di pesantren ada yang besifat trdisional, yaitu metode pembelajaran yang di selenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama di pergunakan pada institusi pesantren atau merupakan metode pembelajaran asli(original) pesantren.
Metode pembelajaran yang bersifat baru( modrn,tajdid)  merupakan metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pesantren dengan mengintrodusir metode-metode yang berkembang di masyarakat modern.
A.Metode Sorogan
1.      Pengertian
Metode sorogan merupakan kaegiatan pembelajaran bagi para santri yang menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan(individu), di bawah bimbingan ustadz atau kyai.
2.      Teknik Pembelajaran
Pengajian dengan  sistem sorogan ini biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu di mana di situ tersedia tempat duduk seorang kyai atau ustadz, kemudian di depannya terdapat bangku pendek unik meletakan kitab bagi santri yang menghadap.
Pelaksanaannya dapat di gambarkan sebagai berikut:
1.      Santri berkumpul ditempat pengajian sesuai dengan waktu yang ditentukan dengan masing-masing membawa kitab yang hendak di aji.
2.      Seorang santri yang mendapatkan giliran menghadap langsung secara tatap muka kepada gurunya.ia membuka bgian yang akan di aji dan meletakannya di atas meja yang telah tersedia di depan kyai atau ustadz,
3.      Kyai atau ustadz membacakan teks dalam kitab itu, baik sambil melihat maupun secara hafalan dan kemudian memberikan artinya dengan menggunakan bahasa melayu atau bahasa daerahnya.
4.      Santri dengan tekun mendengarkan apa yang dibacakan kyai atau ustadz dan mencocokannya dengan kitab yang dibawanya.
5.      Santri kemudian menirukan kembali apa yang di bacakan kyai atau ustadz secara sama.
6.      Kyai atau ustadz mendengarkan dengan tekun pula apa yang di baca sntrinya sambil melakukan koreksi-koreksi seperlunya.
Meteode pembelajaran ini termasuk metode pembelajaran yang sangat bermakna, karena santri akan merasakan hubungan yang khusus ketika berlangsung kegiatan pembacaan kitab oleh dirinya di hadapan kyai atau ustadznya.
1.   Tahap Persiapan
Ada beberapa hal yang di persiapkan sebelumnya oleh kyai/ustadz maupun oleh santri, yaiti:
a)      Penyusunan kurikulum yang berisi jenis materi(tafsir,fiqh, dan sebagainya). Pada setiap tingkatan dengan berbagai macam nama-nama kitab yang menjadi bacaan/peganhannya.
b)      Santri dengan bimbingan ustadz yang akan di pelajarinya.
c)      Pendataan nama-nama santri yang berada dibawah bimbingan seorang ustadz. Hal ini dilakukan untuk mendata tingkat aktivitas dan perkembangan kemampuan santri untuk waktu berikutnya,
d)     Santri menyiapkan kitab yang akan dipelajarinya beserta alat alat tulis yang meliputi pena/pulpen serta buku tulis yang berfungsi untuk mencatat hal-hal penting.
2.   Tahapan Pelaksanaaan
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a)      Menciptakan situasi dan kondisi yang komunikatif antara santri dan guru dalam kegiatan pembelajaran.
b)      Dalam membaca dan menerjemahkan teks Arab gundul seorang ustadz menyampaikannya secara perlahan dan menggunakan bahasa yang mudah untuk difahami oleh santrinya.
c)      Setelah membacakan dan menerjemahkan satu alinea atau satu topic tertentu sesuai keinginan dan pertimbangan ustadz,santri disuruh membaca dan menerjemahkan teks yang telah di baca tadi dengan pembetulan apabila ada kekeliruan dalam pembacaan dan penerjemahannya.
d)     Setelah membaca dan menerjemahkan dengan benar, seorang ustadz biasanya menanyakan atau meminta kepada santri tadi untuk menjelaskan maksud dari yang telah dibaca tadi, ini dilakukan untuk melatih daya tangkap(pemahaman) santri terhadap teks.
e)      Setelah santri menjelaskan, ustadz mengulas apa yang telah dijelaskan oleh santri tadi serta menambahkan atau membetulkan apabila penyampain santri ada hal-hal yang kurang atau keliru
Metode sorogan dipergunakan untuk pembelajaran kepada santri khusus yang memiliki kemampuan untuk dididik menjadi ustadz,kegiatannya dailakukan melalui:
a)      Santri diminta untuk membaca teks kitab yang dipilihnya dengan mengurangi penggunaan harakat/syakal.
b)      Kepada para santri diminta juga untuk tidak member catatan pada teks kitab yang dibacanya dengan simbol-simbol(tanda-tanda) seperti utawi,iki,iku, dan lain-lain.
c)      Kepada santri diminta untuk menjelaskan isi teks dengan menggunakan bahasa Arab yang benar.


3.      Evaluasi
Evaluasi adalah cara penilaian yang dilakukan oleh seorang ustadz untuk mengetahui kemampuan santri dalam asfek pengetahuan(kognisi) aspek sikap(afeksi) dan asfek keterampilan (skill) terhadap materi pembelajaran yang telah diberikannya.
Untuk mengevaluasi kemampuan para santri dalam pembelajaran dengan menggunakan metode sorogan biasanya dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a)      Santri disuruh membaca dan menerjemahkan teks yang telah disampaikan oleh ustadz pada pertemuan yang lalu. Jika seorang santri berhasil membaca dan menerjemahlan dengan baik, maka pelajaran yang baru dapat diberikan. Akan tetapi jika sebaliknya maka santri tadi diharuskan untuk mempelajari kembali (mengulang).
b)      Jika materi pembelajaran yang di pelajari dalam tatap muka yang telah dianggap telah dikuasai dengan baik oleh santri tersebut kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan materi baru tanpa terlebih dahulu meminta santri untuk membaca dan menerjemahkan teks yang dipelajari dalam pertemuan yang lalu.
c)      Penilaian dapat juga dilakukan pada saat seorang santri disuruh untuk membaca dan menterjemahkan teks Arab gundul setelah dibacakan dan diterjemahkan oleh ustadz.
Hal-hal yang biasanya di perhatiakan  dalam menilai tingkat kemampuan para santri dengan menggunakan metode sorogan adalah :
a)      Pembacaaan yang dilakukan oleh seorang santri apakah suadah benar dalam arti sesuai dengan aturan dab tata bahasa Arab baik pada tingkatan kata(sharaf) maupun pada tingkatan kedudukan suatu kata struktur kalimat(nahwu) atau masih belum sesuai.
b)      Santri mampu menunjukan kedudukan suatu kata dengan menggunakan ucapan simbolilk tertentu melalui pola terjemahan kata demi kata disertai pelapalan symbol atau tanda oleh santri.
c)      Pemahaman terhadap teks yang telah dibaca dalam bentuk uraian penjelasan atau kandungan teks setelah seorang santri menyeselaikan pembacaan sekian kalimat atau sekian paragraph.


A.    Metode Bandongan
1.      Pengertian
Metode bandongan disebut juga dengan metode wetonan. Pada metode ini berbeda dengan metode sorogan. Metode ini dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok peserta didik, atau santri, untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab.
2.      Teknik Pembelajaran
Sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode bandongan, seorang kyai atau ustadz biasanya mempertimbangkan hal-hal berikut:
a)      Jumlah jama’ah pengajian adalah para santri yang telah menguasai dengan baik pembelajaran dengan menggunakan metode sorogan. Oleh karena itu, metode bandongan biasanya diselenggarakan untuk para santri yang bukan lagi pemula, melainkan untuk para santri tingkat lanjutan dan tinggi.
b)      Penentuan jenis dan tingkatan kitab yang dipelajari biasanya memperhatikan tingkatan kemampuan para santri.
c)      Walaupun yang lebih aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan metode ini adalah kyai atau ustadz, tetapi para santri dilibatkan keaktifannya dengan berbagai macam cara, misalnya diadakan Tanya jawab, santri diminta untuk membaca teks tertentu dan lain sebagainya.
d)     Untuk membantu pemahaman para santri, seorang kyai atau ustadz terkadang mempergunakan pula alat bantu atau media pengajaran seperti: papan tulis, over head projector, pengeras suara, peta dan alat peraga lainnya.
3.      Tahap Persiapan
Sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran,biasanya terlebih dahulu seorang kyai atau ustadz mempersiapkan apa-apa yang di perlukan sesuai dengan pemilihan metode pembelajaran, yaitu:
a)      Memiliki gambaran mengenai tingkat kemampuan para santri guna menyesuaikan dengan bahasa dan penjelasan yang akan disampaikan.
b)      Merumuskan tujuan yang akan dicapai dari pemilihan kitab tersebut dan tujuan pada setiap kali pertemuan.
c)      Menetapkan waktu yang diperlukan untuk pembacaan dan penjelasan, waktu yang diperlukan untuk member kesempatan kepada para santri untuk bertanya, dan waktu yang diperlukan untuk evaluasi pada setiap kali pertemuan.
d)     Mempersiapkan alat atau alat peraga yang diperlukan pada pertemuan tersebut.
e)      Mempersiapkan catatan catatan khusus tentang batas-batas materi yang akan disajikannya  dan tentang penilaian kepada para santri.
f)       Mempersiapkan  bahan yang dapat digunakan untuk perluasan pembahasan atau penambahan wawsan.
g)      Melakukan persiapan fisik yang memadai.
4.      Tahap Pelaksanaan
Untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode bandongan biasanya dilakukan langkah-langkah:
a)      Seorang kyai menciptakan komunikasi yang baik dengan para santri
b)      Memperhatikan  situasi dan kondisi serta sikap para santri
c)      Seorang kyai atau ustadz dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membaca teks arab gundul disertai dengan terjemahannya
d)                 Pada pembelajaran tingkat tinggi, seorang kyai atau ustadz terkadang tidak langsung membaca dan menerjemahkan, ia terkadang menunjuk secara bergiliran.
3.      Evaluasi
Untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran diatas, seorang kyai/ustadz biasa melakukannya melalui dua macam tes, pertama, pada setiap tatap muka atau pada tatap muka tertentu. Kedua, pada saat telah dikhatamkannya pengkajian terhadap suatu kitab tertentu.
C.  Metode Musyawarah  / Bahtsul Masa’il
1.         Pengertian
Metode musyawarah atau dalam pengertian lain bahtsul masa’il merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu dengan membentuk halaqah yang dipimpin  langsung oleh seorang kyai atau ustadz, atau mungkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan maupun pendapatnya.
Teknik pembelajaran
Untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode musyawarah kyai/ustadz biasanya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan berikut :
a)         Peserta musyawarah adalah para santri yang berbeda pada tingkat menengah atau tinggi
b)        Peserta musyawarah tidak memiliki perbedaan kemampuan yang mencolok. Ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengurangi kegagalan musyawarah.
c)         Topic atau persoalan (materi) yang dimusyawarahkah biasanya terlebih dahulu oleh kyai atau ustadz pada pertemuan sebelumnya.
d)        Pada beberapa pesantren yang memiliki santri tingkat tinggi, musyawarah dapat dilakukan secara terjadwal sebagai latihan untuk para santri.
1.      Tahap persiapan
Langkah persiapan terpenting pada metode ini adalah terlebih dahulu memberikan topik-topik materi yang akan dimusyawarakan. Pilihan topik itu sendiri amat menentukan. Topik yang menarik umumnya mendapatkan respon yang baik dan memberikan dorongan kuat kepada santri untuk belajar. Penentuan topik secara lebih awal ini dimaksudkan agar para peserta dapat mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebalum pelaksanaan
2.      Tahap Pelaksanaan
Sebagai permulaan, seorang kyai atau ustadz atau salah seorang santri senior menjelaskan secara singkat permasalahan yang akan dibahas. Pada pesantren yang memiliki mahad aly (tahasus tingkat tinggi) penyaji adalah para santri yang telah disusun secara terjadwal dengan topic tertentu untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran atau persoalan-persoalannya. Para santri yang lain berfungsi sebagai penanggap yang berkesempatan untuk menanggapi apa yang disajikan oleh penyaji yang telah mendapatkan tugas.
Dalam kegiatan musyawarah ini, tanggapan, pertanyaan atau sanggahan dari para santri peserta musyawarah diarahkan langsung oleh kyai atau ustadz. Tanggapan dan jawaban balik dari penyaji dilakukan secara bergiliran setelah tanggapan dari peserta. Apabila terdapat kebuntuan, pimpinan musyawarah biasanya memberikan arahan-arahan atau pemecahan mengenai persoalan atau permasalahan tersebut.
Ustadz/kyai juga hendaknya mengarahkan dan membimbing jalannya musyawarah agar tidak kabur atau melenceng dari tujuan.
2.   Evaluasi
Kegiatan penilaian dilakukan oleh seorang ustadz/kyai selama kegiatan musyawarah berlangsung. Hal-hal yang menjadi perhatiannya adalah kwalitas jawaban yang diberikan oleh peserta yang meliputi : kelogisan jawaban, ketepatan dan kevalidan referensi yang disebutkan serta bahasa yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami santri lain, serta kualitas pertanyaan atau sanggahan yang dikemukakan. Hal lain yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks bacaan, juga kebenaran dan ketepatan pesrta dalam membaca dan menyimpulkan isi teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.

D. Metode Pengajian Pasaran
1.    pengertian
Metode pengajian pesaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadan selama setengah bulan, duapuluh hari atau terkadang sebulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang diaji. Pada kenyataannya metode ini lebih mirip dengan metode bandongan. Akan tetapi pada metode ini target utamanya adalah “selesai”.
Pengajian pasaran ini dahulu banyak dilakukan di pesantren-pesantren tua di jawa dan dilakukan oleh kyai-kyai senior di bidangnya. Titik beratnya pada pembacaan bukan pada pemahaman sebagai mana pada metode bandongan.

2.  Teknik pembelajaran
Sebelum memasuki bulan Ramadhan, beberapa pesantren biasanya mengeluarkan jadwal, jenis kitab dan kyai akan melakukan balaghpasaran di bulan itu.  Informasi ini dengan mudah beredar di pesantren-pesantren lainnya juga. Kegiatan pengajian itu sendiri biasanya dilakukan sepanjang hari. Waktu istirahat biasanya hanya waktu shalat, waktu berbuka puasa dan setelah jam dua belas malam. Kitab yang telah ditentukan dibaca dan diterjemahkan oleh seorang kyai secara cepat, sedangkan santri menyimak untuk memberikan catatan pada bagian-bagian tertentu saja atau mencatat penjelasan-penjelasan singkat yang biasanya memang diberikan.
Setelah pembacaan selesai (khatam), para santri kembali kepesantrennya semula. Pengajian berakhir biasanya beberapa hari menjelang idul fitri.
3.      Evaluasi
 Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pengjian pasaran merupakan kegiatan kegiatan pengajian yang hamper sulit dievaluasi. Tanda keberhasilannya yang paling dapat diukur adalah apabila pengajian itu dapat diselesaikan atau kitab dapat dibacahingga selesai (khatam). Kebanggaan santri adalah jika ia selama dalam bulan Ramadhan itu berhasil merampungkan kegiatan pengajiaan pasarannya dengan beberapa buah kitab yang tebal.

3.   PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN
A.      Pengertian
Sistem dapat diartikan sebagai satu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian di mana, satu sama lain saling berhubungan dan saling keterkaitan. Dengan demikian pengertian sistem pendekatan dalam pembelajaran di pesantren adalah cara-cara pendekatan yang ditempuh dalam kegiatan pembelajaran kitab-kitab kuning di suatu  pesantren agar tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal.


B.       Prinsip-prinsip umum dalam pembelajaran.
Bertitik tolak dari sistem pendekatan di atas, maka dalam kegiatan pembelajaran disuatu pesantren prinsip-prinsip umum belajar dan motivasi yang perlu diterapkan pada umumnya meliputi:
1.      Prinsip kebermknaan
Prinsip ini memiliki arti bahwa para santri akan mempelajari sesuatu hal apapun adalah jika sesuatu itu bermanfaat atau bermakna bagi kehidupannya baik untuk masa kini maupun untuk masa mendatang, baik bagi kepentingan hidupnya sendiri maupun kepentingan masyarakatnya. Dengan kata lain salah satu faktor yang mendorong atau memotivasi santri untuk belajar adalah adanya manfaat praktis dari sesuatu yang dipelajarinya itu dalam kehidupan. Oleh karena itu biasanya seorang kyai dalam mengajarkan suatu materi pelajaran kepada para santrinya melakukan:
a)         Menghubungkan pelajaran yang ia berikan dengan minat dan nilai-nilai santri.
b)         Menghubungkan pelajaran dengan kehidupan masa depan santri.
2.   Prinsip Prasyarat.
Pada prinsip ini seorang santri akan tergerak untuk mempelajari sesuatu hal yang baru apabila ia telah memiliki semua prasyarat yang diperlukan untuk mempelajarinya. Jika santri telah memilikinya, maka ia akan merasa bahwa pelajarannya itu akan bermakna. Ia akan mampu menerima hubungann pengetahuan yang lebih dan lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena para kyai di pesantren tidak hanya berfungsi sebagai pengajar tetapi juga berfungsi sebagai orang tua bagi para santri yang senantiasa memberikan bimbingan-bimbingannya dalam suasana kekeluargaan. Sehingga dalam struktur sosialnya pesantren lebih mencerminkan sebagai kesatuan keluarga dalam jumlah besar diaman santri yang masih muda usianya (junior) memperlakukan dan menganggap sebagai kakanya terhadap santri yang lebih tua usianya. Demikian pula sebaliknya.
3.   Prinsip
Prinsip ini menutut agar pendidik mendorong para santrinya agar lebih banyak lagi mempelajari sesuatu dengan cara penyajian yang disusun sedemikian rupa sehingga pesan-pesan pendidik terbuka bagi santri. Untuk itu para pendidik biasanya melakukan langkah-langkah berikut ini:
a)    Mejelasakan kepada para santri tentang tujuan-tujuan pembelajaran yang jelas sehingga segala sesuatu yang diharapkan oleh kyai dapat dimengerti oleh para santrinya.
b)   Menunjukkan hubungan-hubungan sebab akibat, mengapa hal-hal tersebut baru dipelajari.
c)    Menghindari segala penjelasan yang dapat mengurangi minat belajar para santri.
d)   Merangsang kemampuan sensoris para santri dengan bantuan alat-alat peraga yang relevan dengan materi pelajaran.
e)    Mempberikan kesempatan kepada para santri untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti atau belum jelas.
4.      Prinsip kebaruan
Para santri biasanya akan lebih tertarik untuk mempelajari sesuatu hal apabila hal itu adalah sesuatu yang baru yang belum diketahuinya.
5.      Prinsip Keterlibatan
Prinsip ini menjelasakan bahwa para santri dapat belajar lebih giat dan aktif bilamana mereka terlibat secara aktif dalam berbagai kegaiatan pembelajaran di pesantren. Keterlibatan para santri secara aktif ini biasanya dilakukan pada waktu kegiatan praktek ibadah
6.      Prinsip Kebersamaan
Dalam dunia pesantren dikarenakan kehidupan para santri senantiasa berada dalam kehidupan sosial yang intens,maka dalam kegiatan belajarpun mereka akan melakukannya bersama-sama. Misalnya sewaktu ditugaskan untuk menghafalkan teks-teks tertentu, mereka akan melakukannya sacara bersama-sama didalam bilik masing-masing, demikian juga ketika muthala’ah (menelaah materi yang sudah atau akan dipelajarinya)suatu kitab, mereka akan melakukannya secara berjamaah(berdiskusi).


C.       Komunikasi Interaktif kyai dan Santri  
Salah satu kelebihan sistem pendidikan pesantren dabandingkan sistem pendidikan lain adalah adanya hubungan yang akrab dan bersifat khusus hunanis antara kyai atau ustadz dengan orang tua atau keluarga santri atau dengan para santri itu sendiri. Seorang calon santri datang kepesantren umumnya diantarkan oleh kedua orang tua atau keluarganya,kemudaian dititipkan atau dipasrahkan secara langsung kepada kyai atau ustadz untuk dididik dipesantren. Hubungan semacam itu tidak hanya krtika penyerahan,melainkan dalam banyak peristiwa pendidikan dipesantre.
BAB 1V PROSES PENYAJIAN MATERI
A.Langkah pelaksanaan
Langkah pelaksanaan yang terdiri empat tahap biasanya di lakukan oleh seorang kyai dan ustadz dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Tahap-tahap tersebut islah:
1.   Tahapn awal
Seoranga kyai sebelum melakukan kegiatan kepada santri, biasanya ia melakukan persiapan khusus yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)            Menelaah (mutahala’ah) materi dari kitab kuning tertentu yang akan di ajarkan pada santri pada pertemuan mendatang.
b)            Menelaah kitab-kitab lain yang memiliki relevansi dengan persoalan yang serupa dengan materi yang akan di sajikan.
c)            Membuat catatan-catatan khusus tentang hal-hal yang di anggap penting dari penelaahaan terhadap kitab-kitab lain itu.
d)           Merancang dan mempersiapkan alat bantu (alat peraga) yang di butuhkan untuk mrngajarkan materi tersebut.



B.        Langkah pelaksanaan
Persiapan umum di maksudkan sebagai hal-hal yang di persiapkan oleh kyai/ustadz sebelum di lakukannya kegiatan pengajian untuk para santri.ada beberapa hal sebelum kegiatan pembelajaran terhadap suatu kitab tertentu di mulai, yaitu:
1.         Penyusunan kurikulum tertentu(terkadang dalam bentuh hidden kurikulum) yang yang berisi perjenjangan kitab-kitab kepada kitab-kitab untuk tingkat pemula, tingkat menengan dan tingkat tinggi.
2.         Penentuan waktu yang tepat untuk kegiatan pembelajaran terhadap suatu kitab tertentu.
3.         Pemilihan tempat untuk di langsungkannya kegiatan pembelajaran.
4.         Pemilihan metode pembelajaran di sesuaikan dengan tingkat kemampuan para santrinya.
5.         Penyediaan alat-alat bantu pengajaran/alat peraga yang berhubungan dengan maetri pembelajaran.



3 komentar: