Social Icons

Kamis, 01 November 2012

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


A.landasan filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.

1.1.    Filsafat Pendidikan
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia,  termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.
 1.2    Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Bidang telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Sebagai implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia, dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20 Tahun 2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.



B.landasan psikologis
Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
    Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau, seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang sempurna Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John Locke.
Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :
  1. Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
  2. Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
  3. Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
  4. Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
  2. Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
  3. Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
  4. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
C.  Landasan sosiologis
Landasan sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-kekuatan itu berkembang dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kekuatan itu dapat berupa kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh dalam perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.
1.    Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
  1. Individu lahir tak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya.
  2. Kurikulum dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.
  3. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
  1. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.
  2. Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
  3. Benda hasil karya manusia.
  1. Masyarakat dan Kurikulum
Mayarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian yang membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan di mana ia dibesarkan.
Perubahan sosial budaya dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri. Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal.
Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
1.    Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
  1. Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan dan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
  2. Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
  3. Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
  4. Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efesiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
  5. Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang memberikan nilai tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:
  1. Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
  2. Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan masyarakat dan mengembangakannya secara swadaya.
  3.  Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk disumbangkan kepada pembangunan.
  4. Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.
RESUME KOMPONEN - KOMPONEN KURIKULUM
A. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
  1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
B. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
  1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
  2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
  3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
  4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
  5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
  6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
  7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
  8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
  9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
  10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.

C  Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
E. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)

RESUME PRINSIP- PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

A.  Perinsip umum kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua, peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
  1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
  2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
  3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
  4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
  5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
B. Prinsip Kurikulum Tingkat Satuan Sekolah ( KTSP)
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan  (KTSP) dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan  KTSP mengacu pada Setandar Isi (SI) dan SetandarKelulusan (SKL)  dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Setandar Isi dan Setandar Kelulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
  1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
  2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
  3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
  5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
  6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kultural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
RESUME KONSEP MODEL KURIKULUM
A. Karakteristik Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, tujuan, metode,organisasi isi,dan evaluasi.kurikulum befungsi menyediakan pengalaman pengetahuan berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid.Bagi mereka tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamisyang diarahkan pada pertumBuhan, integritas, dan otonori siswa. kepribadian, sikapyang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belaja yang akan Semua itumerupakan bagian dari cita-cita perkembangan manusia yan orang lain teraktualisasi(self actualizing person). Seseorang yang mengakutalisasikan diri adalah orang yangtelah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek kognitif, estetika, maupun moral
        Seorang dapat bekerja dengan baik bila memilili karakter yang baik pula.Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara guru danmurid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan murid juga mampu menjadi sumber. kurikulum humanistik menekankan integrasi yaitukesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosfonal dan tindakan. Kurikulum humanistik juga menekankan keseluruhan. Kurikulum harusmampu memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yangterpenggal-penggal.Dalam evaluasi, kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa, Model inimengutamakan proses daripada hasil. Kalau subjek akademis mempunyai kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum humanistik tidak ada kriteria. Sasaran merekaadalah perkembangan anak supaya menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdirisendiri. Kegiatan yang mereka lakukan hendaknya bermanfaat bagi siswa. Kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan membantu parasiswa memperluas kesadaran akan dirinya.

B.Kurikulum subjek akademis
Model konsep kurikulum ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini.Kurikulum ini sangat praktis, mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipelainnya. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialismedan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dannilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu Fungsi pendidikanmemelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut Kurikulum inilebih mengutamakan isi pendidikan Belajar adalah belajar menguasai ilmu sebanyak- banyaknya. orang yang berhsail dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruhatau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru.Kurikulum ini bersumber dari pendidikan klasik , yang berorientasi pada masalalu, isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli , masing – masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis , logis , dansolid.2
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yangdisampaikan, dalam perkembangannya secara berangsi memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apayang dipentingkan dalam mate pelajaran tersebut.



Ciri – ciri Kurikulum Subyek Akademis
        :Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengantujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis
1.       Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep yangdipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
2.       Unified atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajarantersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu.-yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
3.       Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna disiplinilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu

C. Model Kurikulum Rekontruksi Sosial
Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan gagasannyatentang rekonstruksi sosial. Dalam raasyarakat demokratis seluruh warga masyarakatharus turut serta dalam perkembangan dan pembaharuan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai posisi yang cukup penting. Sekolah bukansaja dapat membantu individu memperkembangkan kemampuan sosialnya, tetapi jugadapat membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial Pararekonstruksiom sosial tidak mau terlahl menekankan kebebasan individu. Merekaingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya sepertiyang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadiwarganya melalui konsensus sosial. Brameld juga ingin memberikan keyakinantentang pentingnya perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut harus dicapai melalui prosedur demonstrasi. Para rekonstruksionis sosial menentang intimidasi, menakut-nakuldan kompromi semu. Mereka mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial)
Desain Kurikulum Rekontruksi Sosial
1.       Asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia-Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial, yang perlu didekat dari bidang-bidang lain sepertiekonomi. Sosiologi pgikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam. 
2.       .Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan padaasalah-masalah sosial yang niendesak., Masalah-masalah tersebut dirumuskandalam pertanyaan, seperti: Dapatkah kehidupan seperti sekarang inimemberikan kekuatan untuk menghadapi ancaman-ancaman yang akanmengganggu integritas kemanusiaan.
3.       Pola-pola organisasi.Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasikurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagaiporosdipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk

D. Model Kurikulum Teknologis
model-model pengajaran yang melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran denga bantuankomputer, dan lain-lain.Dalam arti teknologi sistem, teknologi pendidikan menekankan kepada penyusunan program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini bisa semata-mata program sistem, bisa program sistem yang ditunjang dengan alat dan media, dan bisa juga program sistemyang dipadukan dengan alat dan media pengajaran.

:Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapaciri khusus, yaitu:a.Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskandalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensidirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuaninstruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-keterampilan yang dapat diamati atau diukur. b.Metode. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandangsebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan danapabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat. Tujuan-tujuan pengajaran telah ditentukan sebelumnya. Pengajaran bersifat individual,tiap siswa menghadapi serentetan tugas yang harus dikerjakannya, dan majusesuai dengan kecepatan masing-masing. Pada saat tertentu ada tugas-tugas yangharus dikerjakan secara kelompok. Setiap siswa harus menguasai secara tuntastujuan-tujuan program pengajaran.

Ciri Ciri Kurikulum Teknologis
a.       Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskandalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensidirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuaninstruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-keterampilan yang dapat diamati atau diukur.
b.    Metode. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandangsebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan danapabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat. Tujuan-tujuan pengajaran telah ditentukan sebelumnya. Pengajaran bersifat individual,tiap siswa menghadapi serentetan tugas yang harus dikerjakannya, dan majusesuai dengan kecepatan masing-masing. Pada saat tertentu ada tugas-tugas yangharus dikerjakan secara kelompok. Setiap siswa harus menguasai secara tuntastujuan-tujuan program pengajaran

RESUME EVALUASI KURIKULUM

A. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Banyak ahli yang telah menyumbangkan buah pikirannya tentang evaluasi kurikulum antara lain :
  1. Menurut Morison evaluaasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggung jawabkan.
  2. Dalam buku The School Curruculum, evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis yang bertujuan untuk membantu pendidikan  memehami dan menilai suatu kurikulum, serta memperbaiki metode pendidikan
  3. Adapapun dalam buku Curriculum Plannning and Develoment dinyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu  kurikulum artinya  evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai, tujuan tersebutt harus diperiksa hala-hala yang telah dan sedang dilakukan serta evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.
  4. Dalam teori dan praktek pendidikan evaluasi kurikulum merupakan suatu bidang yang berkembang dengan cepat, termasuk evaluasi terhadap implementasi kurikulum.
Evaluasi kurikulum memegang peran penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun dalam pengambilan keputusan dalam kurikulum.    Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksaan pendidikan dan para pemegang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pemegang system pendidikan dan pemegang model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.

Evaluasi kurikulum sulit dirumuskan secara tegas, hal tersebut disebabkan beberapa faktor :
  1. Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
  2. Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan
  3. Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang berpendapat antara keduannya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang menyatakan keduannya mempunyai hubungan yang sangat erat. Pihak yang memandang ada hubungan, hubungan tersebut merupakan hubungan sebab akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan member warna pada pelaksanaan kurikulum. 

B. Model-model Evaluasi Kurikulum
1. Evaluasi model penelitian 

Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai pada tahun 1930, dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Para ahli botani pertanian mengadakan percobaan untuk mengetahui produktivitas bermacam-macam benih. Percobaan serupa juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh tanah, pupuk dan sebagainya terhadap produktivitas suatu macam beih. Model eksperimen dalam botani pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas dan sistem sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih (anak) serta hasil yang dicapai pada akhir program percobaan dapat digunakan dengan tes (pre test dan post test).. 

Ada beberpa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut, yaitu :
  1. Kesulitan administrative, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen
  2. Masalah teknik dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji.
  3. Sulit mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, pengaruh guru-guru tesebut sulit dikontrol
  4. Adanya keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan.
2. Evaluasi model objektif (tujuan)

Dalam model objektif , evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai peranan menghimpun pendapat-pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yang dilaksanakan. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat tujuan khusus.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengembang model objektif:
  • Adanya kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum
  • Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa
  • Menyususn materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut
  • Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hsil yang diinginkan
3. Evaluasi campuran multivariasi

Evaluasi model perbandingan dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsure-unsur dari kedua pendekatan tersebut. 
Langkah – langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut:
  • Mencari sekolah yang bersedia dievaluasi atau diteliti
  • Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal
  • Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsure, dapat disiapkan tes tambahan
  • Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan   computer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar